
- May, 2025
- By Tarakota Team
Permintaan Listrik Indonesia Melonjak dan Tantangan Energi Terbarukan: Bisakah Negeri Ini Mencapai Target 2025?
Jakarta, Mei 2025 – Konsumsi listrik Indonesia diproyeksikan mencapai 430 terawatt-jam (TWh) pada akhir 2025, menurut data terbaru dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Lonjakan ini, yang dipicu oleh industrialisasi yang pesat, pertumbuhan populasi, dan peningkatan elektrifikasi, menjadi peluang sekaligus tantangan bagi ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini.
Permintaan Meningkat dan Tekanan pada Infrastruktur Energi
Angka 430 TWh ini menandakan kenaikan yang signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya, mencerminkan ekspansi sektor manufaktur, konsumsi kelas menengah yang meningkat, serta upaya pemerintah memperluas akses listrik di daerah terpencil. Namun, lonjakan ini juga memunculkan kekhawatiran akan kemampuan negara memenuhi permintaan secara berkelanjutan, terutama dalam upaya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Saat ini, batubara masih mendominasi pembangkit listrik Indonesia, menyumbang lebih dari 60% produksi listrik, diikuti oleh gas alam dan energi terbarukan. Meskipun batubara tetap menjadi sumber energi yang murah dan andal, dampak lingkungannya terus menuai kritik, baik di dalam maupun luar negeri.
Peta Jalan Energi Terbarukan Pemerintah
Berdasarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN), Indonesia menargetkan 23% energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025, meningkat menjadi 31% pada 2050. Strategi utamanya meliputi:
-
Mengembangkan tenaga surya dan angin, terutama di daerah dengan potensi energi terbarukan tinggi.
-
Meningkatkan pemanfaatan panas bumi, memanfaatkan posisi Indonesia sebagai produsen energi panas bumi terbesar kedua di dunia.
-
Memodernisasi jaringan listrik untuk mengintegrasikan sumber energi terbarukan yang bersifat intermiten.
-
Mendorong investasi swasta melalui insentif dan reformasi regulasi.
Komitmen Berani Prabowo: Tidak Ada PLTU Baru
Dalam pernyataan penting pada KTT Iklim COP29 2024, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa Indonesia akan menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara (PLTU) baru, menandakan peralihan ke energi yang lebih bersih. Komitmen ini disambut baik oleh kelompok lingkungan, tetapi juga memicu perdebatan mengenai bagaimana negara ini akan mengganti pasokan dasar listrik dari batubara.
Hambatan dalam Transisi Energi Terbarukan
Meskipun pemerintah telah menetapkan target, analis memperingatkan bahwa progres berjalan lambat. Tantangan utama meliputi:
-
Kendala Regulasi – Proses perizinan yang rumit dan kebijakan yang tidak konsisten menghambat pengembangan proyek energi terbarukan.
-
Kesenjangan Pendanaan – Banyak proyek energi terbarukan membutuhkan investasi awal besar, dan pendanaan masih menjadi kendala.
-
Keterbatasan Jaringan – Infrastruktur listrik Indonesia yang terfragmentasi kesulitan mengakomodasi sumber energi terbarukan yang terdesentralisasi.
-
Ketergantungan pada Bahan Bakar Fosil – Kepentingan industri batubara yang kuat dan masalah keamanan energi mempersulit peralihan ke energi terbarukan.
Respons Industri dan Pakar
Ekonom energi berpendapat bahwa Indonesia harus mempercepat reformasi untuk menarik investasi asing di sektor energi terbarukan. Analisis terbaru menyoroti bahwa tanpa penegakan kebijakan yang lebih kuat, target 23% energi terbarukan pada 2025 mungkin tidak tercapai.
Sementara itu, pelaku industri mendesak pemerintah untuk:
-
Mempercepat perjanjian pembelian listrik (PPA) untuk energi terbarukan.
-
Meningkatkan konektivitas jaringan antar pulau.
-
Menerapkan harga karbon untuk mendorong energi hijau.
Apa Langkah Selanjutnya untuk Masa Depan Energi Indonesia?
Seiring berjalannya 2025, perhatian akan tertuju pada apakah Indonesia mampu menyeimbangkan permintaan listrik yang melonjak dengan komitmen keberlanjutannya. Keberhasilan akan bergantung pada kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah dan swasta, eksekusi proyek yang lebih cepat, serta kemauan politik untuk mengatasi kepentingan bahan bakar fosil yang sudah mengakar.
Jika berhasil mengatasi tantangan ini, Indonesia bisa menjadi pemimpin regional dalam energi terbarukan. Jika tidak, negara ini berisiko tertinggal dalam perlombaan global menuju dekarbonisasi.